Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Sunday 4 October 2009

Upacara Ngaben Massal Pertama di Banyuwangi

Banyuwangi (Jumat, 20 Juni 2008 - Bali Post)
Tradisi ngaben mulai diadopsi umat Hindu Jawa. Ratusan umat Hindu Banyuwangi menggelar upacara ngaben massal, Kamis (19/6) kemarin. Ritual ini adalah yang pertama kalinya digelar di Banyuwangi. Bahkan, disebutsebut terbesar pertama di Pulau Jawa.

Sedikitnya 100 KK mengikuti upacara penyucian bagi leluhur tersebut. Ritual digelar di dekat Pura Segara Tawangalun, Pesanggaran — sekitar 70 kilometer arah selatan kota Banyuwangi. Meski baru pertama kali, umat Hindu yang seluruhnya suku Jawa ini tidak kikuk mengikuti prosesi ritual. Pasalnya, kegiatan ini dibimbing langsung beberapa pemangku dari Bali.

Upacara dipuput oleh empat pandita. Masing-masing Ida Pandita Mpu Nabe Reka Darmika Sandiyasa dari Gria Kertasari, Kayu Mas, Denpasar; Ida Pandita Dharmika Sandi Kertayasa dari Gria Anomsari, Pesanggaran, Banyuwangi; Ida Pandita Mpu Rastra Guna Wibawa dari Gria Amertha Kusuma, Kaliakah, Negara dan Ida Sri Bhagawan Dharmika Tanaya dari Gria Jimbar Giri Sari, Brambang, Negara.

Meski mengadopsi ritual dari Bali, ngaben massal kemarin tetap menggunakan tradisi Hindu Jawa. Beberapa banten terlihat masih menggunakan adat Jawa. Termasuk biaya yang dibebankan kepada masing-masing umat. Mereka hanya dibebani Rp 100 ribu per KK. “Ini kita sesuaikan dengan kemampuan umat di sini,” kata Ketua PHDI Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi yang juga ketua Panitia, Heri Sungkono.

Layaknya di Bali, urutan ngabel massal diawali dengan berbagai ritual pembuka, seperti mabersih, ngeringkes, ngajum kajang, masudi bumi hingga prosesi pembakaran dan ngelarung abu ke laut selatan. Seluruh prosesi ini dilakukan dengan kompak oleh masing-masing keluarga yang mengikuti ngaben tersebut. Ngaben pertama kali ini dilakukan secara simbolis atau ngaben kering. Artinya, umat tidak membongkar kuburan masing-masing anggota keluarga yang diaben. Ini untuk menghormati anggota keluarga lainnya yang memeluk agama lain. Selain itu, setra bagi umat Hindu masih bercampur dengan pemeluk agama lain. “Kita menghormati umat yang lain, sehingga pembongkaran kuburan tidak dilakukan,” sambung Sungkono.

Menariknya kegiatan ini, selain diikuti umat Hindu, beberapa umat muslim yang keluarganya diaben ikut mengikuti ritual hingga selesai. Usai sembahyang dipengarong, masing-masing anggota keluarga mengarak simbol arwah yang diaben menuju setra. Diiringi alunan gambelan bleganjur, umat berjalan pelan menuju pinggir pantai. Ritual ini menjadi tontotan menarik umat lain yang tinggal di sekitar lokasi pura. Mereka ikut menyaksikannya hingga upacara selesai. Tiba di setra, ritual dilanjutkan dengan pembakaran. Selanjutnya, abu dilarung bersama-sama di pantai.

Salah satu peserta ngaben dari Bali, I Wayan Kantun, mengaku senang dengan adanya ngaben massal. Ini sebagai bentuk peningkatan sradha umat Hindu di Jawa. “Kami ikut ngaben mertua yang asli Banyuwangi. Kegiatan ini cukup membantu umat,” ujar pria yang tinggal di Denpasar ini. Selain dari Bali, ngaben kemarin juga diikuti beberapa keluarga dari Jember, Jawa Timur. Sisanya, umat dari beberapa kecamatan di Banyuwangi Selatan.

Sementana itu, Ketua PHDI Kabupaten Banyuwangi I Wayan Artha, A.Mk. mengatakan tradisi ngaben missal diharapkan bisa ditiru oleh umat Hindu lainnya di Banyuwangi. Ritual ini juga akan dimasukkan dalam salah satu agenda Lokasabha Kabupaten yang akan digelar bulan depan. “PHDI menyambut baik ritual ini. Apalagi biayanya tidak memberatkan umat,” tandasnya. (udi)

sumber: www.balipost.co.id

No comments:

Post a Comment